Risalah Puasa


A. PENDAHULUAN

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa, QS Al Baqoroh (2): 183

Ibadah puasa merupakan kewajiban yang telah Allah tetapkan kepada kita dan orang-orang sebelum kita. Puasa artinya menahan. Yaitu menahan makan, minum dan bersetubuh dari terbit fajar hingga matahari tenggelam.
Selain itu, dengan puasa harus sanggup menahan / menundukkan hawa nafsunya untk diarahkan pada jalan yang dikehendaki Allah. Karena Allah tidak membutuhkan puasa orang yang tidak menahan hawa nafsunya.
Dalam hadits yang diriwayatkan dai Abu Hurairoh ra, Rosulullah bersabda: “Siapa yang tidak menghentikan perkataan dusta dan melaksanakan kedustaan itu, maka Allah tidak butuh dengan lapar dan hausnya.” (HR. Hukhari)
Oleh karena itu orang-orang yang tidak dapat menahan hawa nafsunya, maka yang akan didapat hanyalah lapar dan haus belaka. Sebagaimana sabda Rosulullah saw dalam hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah ra: Berapa banyak orang yang berpuasa, tetapi yang didapat hanyalah rasa lapar belaka, berapa banyak orang yang bangun (qiyamulail) tetapi yang didapat hanyalah capai belaka.”  (HR. Nasa’I dan Ibnu Majah)
Ibadah puasa memiliki kedudukan dan nilai yang sangat istimewa disbanding dengan nilai ibadah yang lainnya. Sesuai dengan keterangan dalam hadits Qudsi yang diriwayatkan dari Abu Hurairah ra.: Dari Abu Hurairah ra, Rosulullah bersabda: Allah berfirman: “Semua perbuatan anak Adam untuknya, kecuali puasa, maka ia (khsus) untukKU, dan Aku sendiri yang akan membalasnya. Dan puasa itu sebagai perisai, maka, jika seseorang sedang berpuasa janganlah berkata keji dan rebut-ribut, dan kalau seseorang mencaci-maki padanya atau mengajak berkelahi maka hendaklah mengatakan kepadanya: ‘Aku sedang berpuasa’. Demi Allah yang jiwa Muhammad ada di yangan-NYA, sungguh bau mulut orang yang sedang berpuasa bagi Allah itu lebih harum daripada bau misik (kesturi). Dan untuk orang yang sedang berpuasa ada dua kali kegembiraan, yaitu ketika akan berbuka puasa dan ketika ia menghadap Robnya, ia berbahagia dengan sebab puasanya.”  (HR. Bukhari & Muslim)
Puasa merupakan metode Allah untuk membentuk mujahid-mujahid yang shabirun. Hal ini akan lebih jelas bila kita kaitkan dengan bulan diwajibkannya puasa, yaitu Ramadhan yang secara harfiah berarti pembakaran. Artinya, orang yang berpuasa bagaikan besi yang dimasukkan ke dalam tungku api untuk dibentuk menjadi tombak atau senjata lainnya.
Tujuan puasa adalah membentuk manusia muttaqin. Puasa merupakan proses tazkiyatun nafs. Allah menegaskan dalam Qur’an:
وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّاهَا   7) فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا     8) قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا   9) وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا 10)
7) dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), 8) maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya,  9) sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu,  10) dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. QS Asy-Syams (91): 7-10

Risalah dari tazkiyatun nafs itu adalah:

1.   Orang yang berpuasa akan selalu memelihara diri dari perbuatan dan perkataan yang tidak berguna.

Dalam hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairoh ra, Rosulullah bersabda: “Siapa yang tidak menghentikan perkataan dusta dan melakukan kedustaan itu maka Allah tidak butuh dengan lapar dan hausnya.”  (HR. Bukhori)

2.   Puasa membentuk pribadi yang senantiasa sabar menghadapi gangguan, musibah dan fitnah yang menimpa dirinya.

Dalam hadits yang diriwayatkan dari ‘Aisyah ra, Rosulullah saw bersabda: Dari ‘Aisyah ra. Rosulullah bersabda: “Puasa itu adalah setengan dari kesabaran.”  (HR. Ibnu Majah)
Orang-orang yang telah mencapai maqom shabirun itu tidak lemah terhadap musibah yang menimpanya, tidak lemah semangat dan tidak menyerah atau diam.
Allah swt berfirman dalam Al Qur’an:
وَكَأَيِّنْ مِنْ نَبِيٍّ قَاتَلَ مَعَهُ رِبِّيُّونَ كَثِيرٌ فَمَا وَهَنُوا لِمَا أَصَابَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَمَا ضَعُفُوا وَمَا اسْتَكَانُوا وَاللَّهُ يُحِبُّ الصَّابِرِينَ
Dan berapa banyak nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut (nya) yang bertakwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar.
Dan dengan demikian, maka puasa adalah untuk membentuk mujahid yang tangguh dan ulet, tidak mudah menyerah menghadapi tantangan .

3.   Puasa membentuk pribadi yang senantiasa introspeksi diri (ihtisab), karena orang yang puasa senantiasa mengharap ridha Allah. Dan untuk mencapai ridha Allah itu ia akan senantiasa berhati-hati, dengan menjaga perintah-perintahNYA dan menjauhi hal-hal yang menyebabkan tidak diterima amalnya.


Dalah hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairoh ra, Rosulullah bersabda: “Siapa yang melakukan solat malam pada bulan Ramadhon karena keimanan (karena Allah) dan mengharapkan keridhoan Allah semata-mata, maka diampuni segala dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari-Muslim).
Dalam hadits lain, yang diriwayatkan dari Abu Hurairoh ra, Rosulullah bersabda: “Berapa banyak orang yang telah berpuasa, hasil dari puasanya hanyalah lapar. Dan berapa banyak orang yang bangun malam, hasil yang diperolehnya hanyalah begadang (capai saja).”  (HR. Nasai & Ibnu Majah).

4.   Puasa adalah junnah (perisai). Orang yang benar-benar berpuasa akan dapat membentengi dirinya dari godaan syaithan yang suka menggoda. Dengan keberhasilan menahan diri ini berarti menutup kesempatan syaithan untuk menjerumuskannya, sehingga ruang gerak syaithan terbelenggu.

Inilah makna dari sabda Rosulullah saw yang diriwayatkan dari Abu Hurairoh ra: Dari Abi Hurairoh ra, bahwa Rosulullah saw bersabda: “Apabila tiba bulan Romadhon, dibuka pintu-pintu syurga dan ditutup pintu-pintu neraka serta syaithan-syaithan dibelenggu.”   (HR. Bukharo-Muslim).
Hal ini bias dijelaskan, bahwa syaithan sebagai musuh umat manusia telah diberi kesempatan oleh Allah untuk menjerumuskan manusia yang tidak teguh hatinya. Dan syaithan memahami kelemahan manusia. Dengan titik kelemahan itu syaithan berusaha menggelincirkannya dari jalan lurus. Tetapi bila manusia teguh, tidak tergiur dengan rayuan syaithan, maka syaithan tidak bias berbuat apa-apa, dia terbelenggu.
Rosulullah saw menjelaskan lagi tentang fungsi puasa ini dalam hadits yang diriwayatkan dari ‘Alqomah ra: “Wahai golongan pemuda siapa diantara kamu yang mempunyai kemampuan untuk kawin, maka hendaklah ia kawin. Sesungguhnya perkawinan itu dapat menjaga pandangan mata dan menjaga kehormatan. Barangsiapa yang tidak berkemampuan, hendaklah ia berpuasa karena puasa itu perisai.”  (HR. Bukhari-Muslim).


B. PUASA ROMADHON

1. Hukum dan Waktu Puasa Romadhon

Puasa Romadhon hukumnya wajib bagi mukmin laki-laki dan perempuan yang telah akil baligh (mukallaf). Sedangkan bagi anak-anak merupakan anjuran dan latihan, sesuai dengan hadits yang diriwayatkan dari Rubaiyi’ ra, Rosulullah bersabda:
Pada hari Asyura, Rosulullah saw mengirim surat ke perkampungan-perkampungan Anshar di sekitar Madinah yang berbunyi: Barang siapa yang berpuasa pada pagi ini hendaklah menyempurnakan puasanya dan barangsiapa yang telah berbuka maka hendaklah dia juga menyempurnakannya yaitu berpuasa pada besok paginya. Selepas itu kami pun berpuasa serta menyuruh anaak-anak kami yang masih kanak-kanak supaya ikut berpuasa, jika diizinkan Allah. Ketika kami berangkat menuju ke masjid, kami buatkan suatu permainan untuk anak-anak kami yang dibuat dari bulu biri-biri. Jika ada diantara mereka yang menangis meminta makan, kami berikan mainan tersebut sehingga tiba waktu berbuka.   (HR. Bukhari-Muslim).
Lama berpuasa yaitu dari terbit fajar hingga terbenam matahari, sesuai firman Allah dalam QS Al Baqoroh (2): 187
….وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ ….
... makan dan minumlah kalian hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai dating malam …
Puasa Romadhon dilakukan selama sebulan penuh, yaitu selama 29 atau 30 hari, sesuai dengan penjelasan Rosulullah saw dalam hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairoh ra: Rosulullah saw bersabda: “Apabila kamu melihat hilal, hendaklah kamu berpuasa. Apabila kamu melihat hilal di bulan Syawan, hendaklah kamu berbuka. Jika cuaca mendung, maka berpuasalah selama 30 hari.   (HR. Bukhari-Muslim).

2.  Menetapkan Awal dan Akhir Romadhon

Menetapkan awal dan akhir Romadhon adalah hak dan kewajiban Pemerintah. Untuk ini pemerintah dapat menempuh dengan dua cara:
Pertama dengan melihat hilal, yaitu dengan melihat bulan, pada akhir (tanggal 29) bulan Sya’ban atau bulan Romadhon. Sabda Rosulullah saw: “Kita adalah umat yang ummi, tidak dapat menulis dan menghitung sebulan itu sekian dan sekian (sekali 29 hari, sehari 30 hari).”   (HR. Bukhari).
Kedua dengan ilmu falak / hisab yaitu dengan perhitungan perjalanan Matahari dan Bulan, karena perjalanan matahari dan bulan adalah merupakan alat hitung untuk menetapkan bulan.
Allah swt berfirman dalam
هُوَ الَّذِي جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَاءً وَالْقَمَرَ نُورًا وَقَدَّرَهُ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُوا عَدَدَ السِّنِينَ وَالْحِسَابَ مَا خَلَقَ اللَّهُ ذَلِكَ إِلَّا بِالْحَقِّ يُفَصِّلُ الْآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ
Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui.  QS Yunus (10): 5

3.  Orang yang mendapat rukhshah tidak berpuasa

Allah swt sangat mencela orang yang meninggalkan ibadah puasa tanpa uzur syar’I (rukhshah). Sebagaimana sabda Rosulullah saw dalam hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairoh ra: “Barangsiapa yang tidak puasa sehari Romadhon tanpa keringanan yang diberikan oleh Allah untuknya, maka tidak dapat membayarnya (menggantinya) dengan puasa setahun, sekalipun ia berpuasa setahun penuh.”   (HR. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, Nasai dan Ibnu Majah dari Abi Hurairah ra.)
Adapun orang-orang yang mendapatkan rukhshah tidak mengerjakan puasa atau menangguhkan puasanya, yaitu:

a.   Orang yang mendapat rukhshah dengan kewajiban mengqodho:

1).  Orang sakit atau bepergian, berdasarkan firman Allah dalam Al Qur’an
أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ وَأَنْ تَصُومُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
… Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu pada hari-hari yang lain.  QS. Al-Baqoroh (2): 184

2).  Musafir. Namun mereka boleh mengerjakan puasa bila mau, mengingat sabda Rosulullah saw yang diriwayatkan dari ‘Aisyah ra: Hamzah bin Amru al-Aslami pernah bertanya kepada Rosulullah saw mengenai berpuasa dalam perjalanan (musafir). Beliau menjawab: Sekiranya kamu ingin berpuasa teruskanlah jika kamu ingin berbuka, berbukalah.  (HR. Bukhari-Muslim).
Tetapi bila dengan berpuasa itu memudharatkan dirinya, maka dia harus membatalkan puasanya. Rosulullah saw bersabda dalam hadits yang diriwayatkan dari Jabir bin Abdillah ra: Sewaktu Rosulullah saw musafir, beliau melihat seorang laki-laki sedang dikerumuni oleh orang ramai sehingga hamper-hampir dia tidak dikenali. Rosulullah saw kemudian bertanya: mengapa dengannya? Para Sahabat menjawab dia seorang yang berpuasa. Rosulullah saw bersabda: Bukanlah satu kebaikan berpuasa dalam perjalanan.   (HR. Muslim).

3).  Wanita hamil dan wanita menyusui anaknya yang kuat berpuasa. Namun bila ia khawatir akan keselamatan diri atau anaknya boleh meninggalkan puasa dengan kewajiban mengqodhonya. Hal ini disebabkan wanita tersebut tidak termasuk orang yang menjalankan puasa. (QS 2: 184).

b.   Orang yang mendapat rukhshah dengan wajib membayar fidyah

Orang yang berat menjalankan ibadah puasa maka ia dibebaskan mengerjakannya, dengan kewajiban membayar fidyah, yaitu memberi makan orang miskin.
Berdasarkan firman Allah swt dalam Al Qur’an :
أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ وَأَنْ تَصُومُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barang siapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barang siapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. QS. Al-Baqoroh (2): 184
Yang termasuk kedalam kelompok ini antara lain: orang jompo, orang sakit yang tidak ada harapan sembuh, pekerja berat, perempuan hamil yang tidak kuat puasa, kemudian menyusui anaknya sampai 2 tahun.

c.   Orang yang mendapat rukhshah dengan wajib membayar fidyah atau dengan mengqodho:
-     Orang hamil dan atau menyusui anaknya, apabila diyakini menyusui sampai bulan Romadhon berikutnya, maka diwajibkan membayar fidyah.
-     Apabila ternyata sebelum bulan Romadhon berikutnya berhenti menyusui atau tidak menyusui (seperti bayinya meninggal), maka diwajibkan mengqodhonya.


4.  Akhlaq berpuasa

a.   Berniat puasa sebelum fajar
Nabi saw bersabda dalam hadits yang diriwayatkan dari Hafsah ra:  “Barangsiapa tidak menetapkan puasa sebelum fajar maka tidak ada puasa baginya.”   (HR. Khamsah)

b.   Makan sahur
Dalam hadits yang diriwayatkan dari Anas bin Malik ra, Nabi saw bersabda:  “Hendaklah kamu bersahur karena di dalam sahur itu ada keberkahan.”   (HR. Bukhari-Muslim).
Adapun waktu yang tepat untuk mengerjakan sahur, yaitu kira-kira jarak ke subuh (fajar) sama dengan bacaan 50 ayat Al Qur’an. Berdasarkan sabda Rosulullah saw dalam hadits yang diriwayatkan dari Zaid bin Tsabit ra: Kami pernah bersahur bersama Rosulullah saw, kemudian ia menunaikan shalat shubuh. Aku bertanya: berapakah selang waktu antara adzan dan sahur? Beliau menjawab: kira-kira bacaan lima puluh ayat.   (HR. Bukhari-Muslim).


c. Menyegerakan berbuka
Dalam hadits yang diriwayatkan dari Sahl bin Sa’ad ra, Rosulullah saw bersabda: “Manusia (umat) senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka puasa.  (HR. Bukhari-Muslim)
Do’a ketika berbuka puasa adalah: Rosulullah ketika berbuka puasa beliau berdo’a:  “Telah lenyap dahaga telah basah urat-urat, dan insya Allah pahala telah tetap.”  (HR. Abu Dawud).
Dari Mu’adz bin Zuhroh, telah sampai padanya bahwa Nabi saw ketika berbuka puasa berdo’a: “Ya Allah, karena-MU-lah aku berpuasa dan dengan rizki-MU-lah aku berbuka.”   (HR. Abu Dawud).

d.   Meninggalkan perbuatan atau perkataan yang tidak berguna
Didalam melaksanakan ibadah puasa, harus senantiasa menahan diri dari perbuatan tercela, meninggalkan perkataan dusta dan perbuatan yang kosong dan keji.
Rosulullah menjelaskan dalam hadits yang diriwayatkan dari Abi Hurairoh ra: Dari Abi Hurairoh ra, Rosulullah saw bersabda: “Allah berfirman: ‘Semua perbuatan anak Adam untukku kecuali puasa, maka ia (khusus) untuk-KU, dan Aku sendiri yang akan membalasnya. Dan puasa itu sebagai perisai, maka jika seseorang sedang berpuasa, janganlah berkata keji dan rebut-ribut, dan kalau seseorang mencaci-maki padanya atau mengajak berkelahi maka hendaklah mengatakan kepadanya: aku sedang berpuasa ….’”   (HR. Bukhari-Muslim).


5.   Hal-hal yang membatalkan puasa

a.   Makan minum dengan sengaja.
Dalam hadits yang diriwayatkan dari Abi Hurairoh ra, Rosulullah bersabda: “Barangsiapa yang terlupa sedangkan ia berpuasa, lalu ia makan atau minum, hendaklah ia menyempurnakan puasanya karena ia telah diberi makan dan minum oleh Allah.”  (HR. Muslim).

b.   Muntah dengan sengaja.
Dalam hadits yang diriwayatkan dari Abi Hurairoh ra, Nabi saw bersabda: “Barangsiapa yang didesak muntah, ia tidak wajim mengqodha, tetapi siapa yang menyengaja muntah, hendaklah ia mengqodha.”  (HR. Ibnu Majah).

c.   Bersanggama di siang hari.
Allah swt berfirman dalam Al Qur’an:
أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَى نِسَائِكُمْ هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ عَلِمَ اللَّهُ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُونَ أَنْفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنْكُمْ فَالْآنَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُوا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ وَلَا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلَا تَقْرَبُوهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ ءَايَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ
Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan Puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka itu adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi ma`af kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri`tikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa.  QS. Al Baqoroh (2): 187

d.   Haid dan Nifas dengan kewajiban mengqadha-nya
Wanita yang haid dan nifas wajib membatalkan puasa dengan kewajiban mengqodho di bulan lain. Dalam hadits yang diriwayatkan dari Abi Sa’id ra, Nabi saw bersabda: “Apabila seorang wanita dating bulan (haid), maka tidak sholat dan tidak puasa. Demikian itulah dikuranginya agama mereka.” (HR. Bukhari)



6.   Beberapa hal yang tidak membatalkan puasa

a.   Orang yang makan atau minum karena lupa.
Dalam hadits yang diriwayatkan dari Abi Hurairoh ra, Rosulullah saw bersabda: “Barangsiapa yang terlupa sedangkan dia berpuasa, lalu dia makan atau minum, hendaklah dia menyempurnakan puasanya karena dia telah diberi makan dan minum oleh Allah.”  (HR. Bukhari-Muslim).

b.   Orang junub
Dalam hadits yang diriwayatkan dari ‘Aisyah dan Ummi Salamah ra, kedua-duanya berkata: “Nabi saw pagi-pagi dalam keadaan berjunub bukan karena mimpi, kemudian berpuasa.”  (HR.Bukhari-Muslim).

c.   Bercumbu dengan istri di siang hari Romadhon tidak dengan birahi.
Dalam hadits yang diriwayatkan dari ‘Aisyah ra, beliau berkata: “Rosulullah mencium seorang isterinya sewaktu sedang berpuasa, lalu beliau tersenyum.  (HR. Bukhari-Muslim).
Dalam hadits yang diriwayatkan dari Abi Khurairoh ra.: Seorang laki-laki bertanya kepada Nabi saw tentang bercumbunya dengan isteri bagi yang puasa, maka Nabi memberikan rukhshah kepadanya. Dan ketika yang lain dating (bertanya) Beliau melarangnya (adapun orang yang mendapat rukhshah itu kakek-kakek, sedangkan orang yang dilarang itu seorang pemuda.  (HR. Abu Daud dari Abu Hurairoh)


7.   Mengqadha puasa

Orang yang tidak berpuasa, boleh mengqodhanya pada bulan apapun sampai dating bulan Romadhon berikutnya.
Dalam hadits yang diriwayatkan dari ‘Aisyah ra, Beliau berkata: Aku mempunyai hutang puasa Romadhon tetapi aku tidak berkuasa menggantinya kecuali pada bulan Sya’ban. Yahya berkata: disebabkan kesibukan dari Rosulullah saw atau disebabkan kesibukan dengan Rosulullah saw.  (HR. Bukhari-Muslim).
Orang yang meninggal dunia dan ia punya hutang puasa (ada kesempatan dan kemampuan untuk mengqadhanya ia meninggal dunia), maka walinya wajib mengqadhanya. Berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari ‘Aisyah ra, Rosulullah saw bersabda: “Barangsiapa yang meninggal dunia dan masih mempunyai utang puasa, maka wajib atas walinya berpuasa sebagaimana gantinya.”  (HR. Bukhari-Muslim).
Dalam hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra, Rosulullah bersabda: Seorang wanita telah dating menemui Rosulullah saw dan berkata: Ibuku telah meninggal dunia dan masih mempunyai hutang puasa selama sebulan. Beliau bertanya kepada wanita itu: Bagaimana pendapatmu jika ibumu masih mempunyai hutang, adakah kamu membayarnya? Wanita itu menjawab: Ya. Lalu Rosulullah saw bersabda: hutang kepada Allah itu lebih berhak untuk dibayar.  (HR. Bukhari-Muslim)




C. AMALIYAH RAMADHAN

Bulan Romadhon adalah bulan penuh berkah, bulan dilipat gandakannya kebaikan dengan kelipatan yang tidak terhingga. Untuk itu, di bulan yang mulia ini dianjurkan untuk memperbanyak amal shaleh, yaitu:

1.   Melaksanakan Shalat Lail / Tahajud

Kita dianjurkan untuk shalat malam, pada bulan Romadhon dengan penuh iman dan hisab, yaitu dengan segenap keikhlasan ibadah kepada Allah swt. Sebagaimana sabda Rosulullah saw dalam hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairoh ra: “Barangsiapa yang melakukan shalat malam pada bulan Romadhon karena keimanan (kepada Allah) dan ihtisab, maka diampuni segala dosanya yang telah lalu.”  (HR. Bukhari-Muslim).
Shalat malam dapat dilakukan secara menyendiri atau berjama’ah, sesuai dengan hadits yang diriwayatkan dari ‘Aisyah ra dan atsar Umar bin Khotob ra: Nabi saw shalat di masjid, maka banyak orang yang mengikuti shalat. Pada besok malamnya beliau shalat pula dan banyak orang mengikuti pula. Kemudian pada malam ketiganya orang-orang berkumpul (di masjid) tetapi beliau tidak keluar. Pada pagi harinya beliau bersabda: Aku tahu apa yang kalian lakukan semalam. Aku pun tidak ada halangan untuk keluar, hanya aku khawatir kalau-kalau shalat itu difardhukan atasmu.  (HR. Jama’ah).
Adapun atsar Umar bin Khotob ra diriwayatkan dari Abdurrahman bin Abdil Qori ra: Pada suatu malam di bulan Romadhon aku pernah keluar bersama Umar bin Khotob ke masjid. Ketika itu orang-orang berpencar di sana sini, ada yang shalat sendiri-sendiri ada pula yang shalat berkelompok. Lalu Umar berkata: Aku yakin, kalau semua orang ini aku kumpulkan dalam satu jama’ah dengan satu imam tentu itu lebih ideal. Kemudian Umar bermaksud mewujudkan niatnya dengan menunjuk Ubay bin Ka’ab sebagai imam jama’ah. Di malam lain aku keluar lagi bersama Umar ke masjid, ternyata aku dapati semua orang shalat berjama’ah dengan satu imam. Lalu Umar berkata: Inilah sebaik-baik bid’ah. Padahal waktu yang mereka gunakan untuk tidur diakhir malam itu lebih baik daripada waktu yang mereka gunakan. Demikian itu karena mereka shalat di awal malam.  (HR. Bukhari).
Pelaksanaan shalat malam, dimulai dengan shalat pembukaan, lalu shalat malam dan witir.
Dalam hadits yang diriwayatkan dari ‘Aisyah ra, beliau berkata: Apabila Rosulullah saw bangun malam untuk shalat, beliau memulai shalat dengan dua rakaat yang ringan.  (HR. Muslim).
Dalam hadits yang diriwayatkan dari Abu Salamah bin Abdul Rahman ra, beliau berkata: Sesungguhnya dia bertanya kepada ‘Aisyah: Bagaumanakah shalat Rosulullah saw pada bulan Romadhon? ‘Aisyah menjawab: Rosulullah saw tidak menambah bilangan rakaat shalatnya lebih dari sebelas rakaat sama pada bulan Romadhon ataupun pada bulan-bulan lain. Beliau mendirikan shalat sebanyak empat rakaat dan janganlah kamu bertanya mengenai kesempurnaannya, serta panjang bacaannya. Kemudian beliau mendirikan shalat sebanyak empat rakaat lagi. Jangan kamu bertanya mengenai kesempurnaannya dan panjang bacaannya, selanjutnya beliau mendirikan shalat lagi tiga rakaat. ‘Aisyah menceritakan bahwa dia telah bertanya: Wahai Rosulullah, adakah kamu tidur sebelum kamu melakukan shalat witir? Beliau menjawab: Wahai ‘Aisyah, sesungguhnya kedua mataku tidur tetapi hatiku tetap sadar.  (HR. Bukhori-Muslim).
Dalam hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Umar ra, Rosulullah saw bersabda: Sesungguhnya seorang laki-laki bertanya kepada Rosulullah saw mengenai shalat malam beliau. Nabi saw menjawab: shalat malam itu dua rakaat dua rakaat. Apabila salah seorang dari kamu bimbang akan masuk waktu subuh, maka hendaklah dia shalat satu rakaat saja sebagai witir kepada shalat yang telah dilakukannya.  (HR. Bukhori-Muslim).
Keterangan selain dia cara shalat malam dan witir tersebut di atas, ada pula cara lainnya yaitu: 13-5, 8-9, 9-2 (dengan satu salam dan tahiyat awal pada rakaat 8). Lihat Nailun Authar jilid II, juz 3 tentang witir.
Dalam hadits yang diriwayatkan dari Abdullah bin Umar ra, Rosulullah saw bersabda: Jadikanlah akhir shalat malam kalian dengan witir.  (HR. Jama’ah).
Apabila shalat malam dan shalat witir telah dilakukan sebelum tidur, maka pada akhir malam (bangun tidur) hendaknya melakukan shalat witir lagi dengan cara menggenapkan dulu shalat witir yang telah dilakukannya tadi. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Rosulullah saw dalam hadits yang diriwayatkan dari Imam Malik ra: Barang siapa yang khawatir tertidur sampai subuh maka berwitirlah sebelum tidur, tetapi barangsiapa yang dapat dipastikan bangun pada akhir malam maka akhirilah shalat witirnya.  (HR. Malik).
Dalam atsar yang diriwayatkan dari Ibnu Umar ra, apabila ditanya tentang shalat witir, beliau berkata: Saya shalat witir sebelum tidur, jika saya menghendaki shalat malam lagi, maka kugenapkan shalat witir yang lalu dengan shalat satu rakaat. Kemudian saya shalat malam dua rakaat dua rakaat. Apabila telah selesai shalat itu maka saya shalat witir (lagi) satu rakaat.  (HR> Ahmad).
Dalam hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra, Rosulullah saw mengajarkan do’a ketika shalat malam yaitu:  “Ya Allah, jadikanlah cahaya (Al Qur’an) dalam hatiku, cahaya dalam pandanganku, cahaya dalam pendengaranku, cahaya disebelah kananku, cahaya di sebelah kiriku, cahaya diatasku, cahaya dibawahku, cahaya di depanku, cahaya di belakangku, dan muliakanlah aku dengan cahaya.”  (HR. Muslim dll.)
Dalam hadits yang diriwayatkan dari ‘Aisyah ra, Rosulullah saw mengajarkan do’a antar shalat malah yaitu: “Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf, menyukai orang yang meminta maaf, maka maafkanlah aku.”  (HR. Ibnu Majah).
Dalam hadits yang diriwayatkan dari Ubay bin Ka’ab ra, Rosulullah saw mengajarkan do’a setelah witir, yait: Dari Ubay bin Ka’ab menceritakan: dalam witir Rosulullah saw membaca surat Al A’la dan pada rakaat kedua surat Al Kafirun dan rakaat ketiga Al Ikhlas, dan ia tidak salam kecuali di akhir rakaat ketiga. Setelah salami a berdo’a: Maha Suci Raja yang Maha Suci (3x).  (HR. Abu Dawud).
Dan dalam hadits yang diriwayatkan dari ‘Ali bin Abi Tholib ra, Rosulullah saw berdo’a dengan: Ya Allah, aku berlindung dengan ridho-Mu dari kemarahan-Mu. Aku berlindung dengan maaf-Mu dari siksa-Mu, dan aku berlindung pada-Mu dari murka-Mu, aku tidak dapat menghinggakan puji untuk-Mu sebagaimana Engkau telah memuji diri-Mu sendiri.  (HR. Abu Dawud).
Salat malam ini, hendaknya tidak dilakukan pada malam Romadhon saja, tetapi senantiasa dilakukan pada bulan-bulan lainnya sebagaimana firman Allah swt dalam QS. Al Isra (17): 79
وَمِنَ اللَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَكَ عَسَى أَنْ يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَحْمُودًا
Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu: mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji.


2.   Memperbanyak Qiraatul Qur’an

Membaca Al Qur’an Al Karim sebagai pedoman hidup, sudah seharusnya dengan tartil, penuh perhatian guna memperteguh keimanan, sebagai firman Allah dalam QS Al-Muzzamil (73): 4-5
أَوْ زِدْ عَلَيْهِ وَرَتِّلِ الْقُرْءَانَ تَرْتِيلًا  4)إِنَّا سَنُلْقِي عَلَيْكَ قَوْلًا ثَقِيلًا5)
atau lebih dari seperdua itu. Dan bacalah Al Qur'an itu dengan perlahan-lahan. Sesungguhnya Kami akan menurunkan kepadamu perkataan yang berat.
Lebih utama lagi pada bulan Romadhon. Karena pada bulan Romadhon itulah malaikat Jibril dating kepada Nabi Muhammad saw. Untuk mentadarusi Al- Qur’an sebagaimana sabda Rosulullah saw dalam hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra, beliau berkata: Rosulullah saw adalah seorang yang paling dermawan dalam hal kebaikan. Beliau lebih dermawan lagi pada bulan Romadhon. Sesungguhnya malaikat Jibril as telah bertemu dengan beliau setiap tahun pada bulan Romadhon sehingga berakhir bulan Romadhon. Rosulullah membaca Al Qur’an di hadapannya. Apabila Rosulullah saw bertemu dengan malaikat Jibril, maka beliau adalah orang yang paling dermawan dalam hal-hal kebaikan melebihi angina kencang.  (HR. Bokhori-Muslim).
Sesuai dengan tujuan diturunkannya Al- Qur’an QS Al Baqoroh (2): 185, hendaknya Al-Qur’an betul-betul dijadikan: Hudan linnas, yaitu petunjuk hidup yang harus dikerjakan. Bayinat minal huda, yaitu penjelasan / keterangan bagaimana mestinya melaksanakan hudan serta gambaran bahagianya orang yang melakukan aturan-aturan Allah tsb. Furqon, yaitu pembeda, tolok ukur, mizanul haq dengan al-batil, mizan shirothol mustaqim dengan shithol jahim.
Dengan melaksanakan Al Qur’an sesuai dengan fungsinya, maka kita akan mendapat cara hidup yang lurus, yaitu kehidupan haq yang benar-benar berbeda dengan kehidupan batil yang hari ini tengah mewarnai pola hidup kebanyakan umat manusia.

3.   Memperbanyak dzikir dan do’a

Allah memerintahkan supaya memohon kepada-Nya dan Dia akan mengabulkan permohonan itu.
Sebagaimana firman Allah dalam Al Qur’an, QS Al-Mu’min (40): 60
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ
Dan Tuhanmu berfirman: "Berdo`alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina".
Lebih-lebih pada bulan Romadhon kita dianjurkan untuk memohon kebaikan kepada Allah. Sebagaimana firman-Nya dalam Al Qur’an, QS Al-Baqoroh (2): 186
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo`a apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah) Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.
Dan Rosulullah saw menerangkan dalam hadits yang diriwayatkan dari Abi Hurairoh ra: Tiga golongan manusia yang tidak ditolak do’anya, yaitu: Imam yang adil, orang berpuasa sampai berbuka, dan do’anya orang yang teraniaya.  (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah).

4.   Memperbanyak Shodaqoh

Memberikan shodaqoh berupa makanan untuk berbuka puasa sangat dianjurkan, dan kepada yang menerimanya dianjurkan untuk mendo’akan. Rosulullah juga menjelaskan dalam hadits yang diriwayatkan dari Zaid bin Kholid ra, Rosulullah saw bersabda: Barang siapa memberi makan untuk berbuka bagi orang yang berpuasa maka ia mendapat pahala seperti orang yang berpuasa itu, tanpa mengurangi pahala yang berpuasa sedikitpun.  (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah).

5.   Melaksanakan I’tikaf

I’tikaf merupakan salah satu bentuk ibadah kepada Allah yang dilaksanakan di masjid, dengan berzikir dan kegiatan lainnya.
Allah swt berfirman dalam Al Qur’an, QS Al-Anbiya (21): 52
إِذْ قَالَ لِأَبِيهِ وَقَوْمِهِ مَا هَذِهِ التَّمَاثِيلُ الَّتِي أَنْتُمْ لَهَا عَاكِفُونَ
(Ingatlah), ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya dan kaumnya: "Patung-patung apakah ini yang kamu tekun beribadat kepadanya?"
Dalam Al Qur’an, QS Al-Baqoroh (2): 187 Allah berfirman:
….وَلَا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلَا تَقْرَبُوهَا  كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ ءَايَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ
…. janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri`tikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa.
Rosulullah memberi contoh beri’tikaf dalam hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Umar ra: Bahwasanya Nabi saw beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir dari bulan Romadhon.  (HR. Bukhori-Muslim).
Dan dalam hadits yang diriwayatkan dari ‘Aisyah ra: Aapabila tiba sepuluh malam terakhir bulan Romadhon, Rosulullah saw menghidupkan ibadah malam. Beliau membangunkan keluarganya. Beliau amat bersungguh-sungguh dan mengikat kainnya.  (HR. Bukhari-Muslim).
Dalam hadits yang diriwayatkan dari ‘Aisyah ra: Rosulullah saw bermujahadah (bersungguh-sunggh) pada sepuluh hari terakhir bulan Romadhon tidak seperti pada hari-hari lainnya.  (HR. Bukhori-Muslim).


6.   Mengeluarkan zakat fitrah

Mengeluarkan zakat fitra adalah realisasi keislaman seseorang, dan merupakan pembeda dengan orang-orang Yahudi dan Musyrik. Sesuai dengan penegasan Allah dalam Al- Qur’an, QS Al-Baqoroh (2): 83
وَإِذْ أَخَذْنَا مِيثَاقَ بَنِي إِسْرَائِيلَ لَا تَعْبُدُونَ إِلَّا اللَّهَ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَقُولُوا لِلنَّاسِ حُسْنًا وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَءَاتُوا الزَّكَاةَ ثُمَّ تَوَلَّيْتُمْ إِلَّا قَلِيلًا مِنْكُمْ وَأَنْتُمْ مُعْرِضُونَ
Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu): Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat baiklah kepada ibu bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebahagian kecil daripada kamu, dan kamu selalu berpaling.
Dalam Qur’an surat Fushilat (41): 6-7 Allah berfirman:
قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَاسْتَقِيمُوا إِلَيْهِ وَاسْتَغْفِرُوهُ وَوَيْلٌ لِلْمُشْرِكِينَ(6)الَّذِينَ لَا يُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَهُمْ بِالْآخِرَةِ هُمْ كَافِرُونَ(7)
6) Katakanlah: "Bahwasanya aku hanyalah seorang manusia seperti kamu, diwahyukan kepadaku bahwasanya Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa, maka tetaplah pada jalan yang lurus menuju kepada-Nya dan mohonlah ampun kepada-Nya. Dan kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang mempersekutukan (Nya), 7) (yaitu) orang-orang yang tidak menunaikan zakat dan mereka kafir akan adanya (kehidupan) akhirat.
Sedangkan zakat fitrah itu berfungsi untuk membersihkan dosa selain dosa besar, dan diperuntukkan bagi menyantuni masakin. Sebagaimana yang dijelaskan dalam hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra: Dari Ibnu Abbas ra meriwayatkan: Rosulullah saw telah mewajibkan zakat fitrah sebagai pembersihan bagi yang berpuasa dari segala dosa dan kesalahan dan sebagai santunan bagi masakin. Barangsiapa menyerahkan sebelum shalat (ied), maka menjadi zakat yang diterima oleh Allah swt, dan barangsiapa yang menyerahkannya setelah shalay (ied), maka menjadi shodaqoh.  (HR. Abu Dawud).
Firman Allah dalam Qur’an surat  An Najm (53): 31-32
وَلِلَّهِ مَا فِي السَّمَوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ لِيَجْزِيَ الَّذِينَ أَسَاءُوا بِمَا عَمِلُوا وَيَجْزِيَ الَّذِينَ أَحْسَنُوا بِالْحُسْنَى(31)الَّذِينَ يَجْتَنِبُونَ كَبَائِرَ الْإِثْمِ وَالْفَوَاحِشَ إِلَّا اللَّمَمَ إِنَّ رَبَّكَ وَاسِعُ الْمَغْفِرَةِ هُوَ أَعْلَمُ بِكُمْ إِذْ أَنْشَأَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ وَإِذْ أَنْتُمْ أَجِنَّةٌ فِي بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ فَلَا تُزَكُّوا أَنْفُسَكُمْ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقَى(32)
31) Dan hanya kepunyaan Allah-lah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi supaya Dia memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat jahat terhadap apa yang telah mereka kerjakan dan memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik dengan pahala yang lebih baik (surga).  32) (Yaitu) orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji yang selain dari kesalahan-kesalahan kecil. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Luas ampunanNya. Dan Dia lebih mengetahui (tentang keadaan) mu ketika Dia menjadikan kamu dari tanah dan ketika kamu masih janin dalam perut ibumu; maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa.
Rosulullah saw menjelaskan dalam haditsnya: Dari Abu Hurairoh ra ia berkata: Rosulullah saw bersabda: Shalat lima waktu, shalat Jum’at sampai Jum’at, puasa Romadhon sampai Romadhon menghapus dosa diantara semuanya itu selama dosa besar dijauhi.  (HR. Ahmad, Muslim, Tirmidzi).
Adapun orang-orang yang diwajibkan berfitrah dan benda-benda yang dapat dijadikan fitrah Rosulullah saw menjelaskan dalam hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Umar ra, beliau berkata: Rosulullah saw telah mewajibkan zakat fitrah setiap bulan Romadhon kepada umat Islam, yaitu sebanyak satu shaa’ kurma atau satu shaa’ gandum. Bagi setiap orang merdeka atau hamba, laki-laki atau pun wanita dari Kaum Muslim.  (HR. Bukhori-Muslim).
Dalam hadits yang diriwayatkan dari Abu Said al-Khudri ra beliau berkata: Kami biasanya mengeluarkan zakat fitrah sebanyak satu shaa’ makanan, satu shaa’ gandum, dan satu shaa’ kurma, satu shaa keju atau satu shaa’ anggur kering.  (HR. Bukhori-Mualim).
Dalam hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Umar ra, beliau berkata: Rosulullah saw telah mewajibkan zakat fitrah satu shaa’ gandum atau satu shaa’ kurma bagi orang kecil, besar, merdeka, dan hamba sahaya.  (HR. Bukhori).
Adapun ukuran dan nilai satu shaa’, serta criteria miskin yang berhak menerima zakat fitrah ditetapkan berdasarkan musyawaroh dengan berstandar kepada hadits yang diriwayatkan dari Abi Hurairoh ra, beliah kerkata: Bukanlah miskin itu oaring meminta-minta kepada orang lain, mengharapkan sesuap dua suap makan, atau sebiji dia biji kurma, tetapi orang miskin itu orang yang tidak mempunyai penghasilan yang mencukupi, dan tidak diingati orang untuk diberi shodaqoh, serta tidak meminta-minta kepada orang lain.  (HR. Bukhori-Muslim)
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Daruquthni ra, Rosulullah saw bersabda: “Cukupkanlah mereka (masakin) dari keliling meminta-minta pada hari ini (ied).”  (HR. Daruquthni).


7.   Melaksanakan Sahalat ‘Idul Fitri dan Bershodaqoh

Waktu sholat ‘Id Rosulullah saw menjelaskan dalam haditsnya: Dari Jundub ra berkata: Adalah Nabi saw sholat ‘Idul Fitri bersama kami dalam keadaan matahari kira-kira setinggi 2 tombak, sedangkan sholat ‘Idul Adha kira-kira setinggi 1 tombak (3 meter).  (HR. Ahmad).
Dalam hadits yang diriwayatkan dari Ummu Athiyah ra, beliau berkata: Kami telah diperintahkan oleh Nabi saw supaya keluar pada hari raya. Begitu juga anak-anak perempuan yang telah baligh, gadis-gadis pingitan dan wanita-wanita yang sedang haid supaya keluar pada Hari Raya serta diperintahkan agar tidak menempati (dijauhkan dari) tempat shalat kaum muslim.  (HR. Bukhori-Muslim).
Dalam hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra, beliau berkata: Bahwasanya Nabi saw sholat pada Hari Raya dua rakaat, beliau tidak shalat sebelum dan sesudahnya.  (HR. Jamaah).
Dalam hadits yang diriwayatkan dari Abdullah bin Buraidah ra, beliau berkata: Rosulullah saw tidak keluar di hari raya ‘idul fitri melainkan sesudah makan, dan tidak makan pada hari raya ‘idul adha melainkan sesudah sholat.  (HR. Tirmidzi dan Ahmad).
Dan dalam hadits yang diriwayatkan dari Jabir bin Abdillah ra, beliau berkata: Sesungguhnya Nabi saw mendirikan shalat Hari Raya ‘Idul Fitri. Beliau memulai dengan shalat, setelah itu barulah Beliau berkhutbah kepada orang ramai. Apabila selesai Nabi saw turun dan menghampiri kaum wanita. Beliau memberi peringatan kepada mereka, sambil berpegangan pada tangan Bilal. Bilal membentangkan pakaiannya dan para wanita mulai memberi shodaqoh.  (HR. Bukhori-Muslim).
Dalam hadits yang diriwayatkan dari Umar ra, beliau berkata: Sesungguhnya Rosulullah pada hari raya menempuh satu jalan, kemudian ketika pulang menempuh jalan lain.  (HR. Thabrani).
Pada hari ‘Id dianjurkan saling mengucapkan do’a tani-ah: “Semoga Allah menerima alam kami dan amalmu.”